FADHILAH ILMU, BELAJAR DAN
MENGAJAR
Disusun guna memenuhi tugas Mata
Kuliah Hadits Tarbawi,
Dosen Pengampu : Drs. H. Abdul
Basith, M.Pd I
Oleh kelompok III :
1. ISBAH RUDDIN ( 11210362 )
2. AFIFAH ROHMAH ( 11210292 )
3. ALI NADZIR (
11210290 )
SEKOLAH TINGGI
AGAMA ISLAM WALISEMBILAN (SETIA WS)
Jl. Ki Mangun
Sarkoro No. 17 SEMARANG
FADHILAH ILMU, BELAJAR DAN MENGAJAR
I.
PENDAHULUAN
Jika tidak ada ilmu di dunia ini untuk
dipelajari oleh manusia, diajarkan oleh ahlinya, dan diamalkan oleh orang yang
mempunyainya, niscaya tiada perbedaan antara manusia dan hewan. Karena dengan
ilmulah manusia bisa keluar dari batas-batas kehewanan. Sebagaimana telah
dikatakan oleh al Hasan r.a. : kalaulah tiada orang yang berilmu, niscaya
jadilah manusia itu seperti hewan.[1] Keberadaan
para ahli ilmu yang mengajarkan ilmunya disamping juga melakukan kewajiban
menyebar ilmu, juga merupakan salah satu usaha untuk mengeluarkan manusia dari
batas kehewanan kepada batas kemanusiaan.
Ilmu
bagaikan cahaya,[2]
jika ilmu itu cahaya maka sudah jelas bahwa kebodohan adalah kegelapan. Karena
sesungguhnya kebodohan itu tidak mengerti akan kehidupan. Seperti orang yang
berjalan pada kegelapan, yang menjadikannya orang tersebut tersesat. Maka jika seseorang tanpa ilmu itu pasti akan
kesulitan untuk mengarungi kehidupan di dunia. Dikarenakan dia berjalan di dalam
kegelapan.
Ilmu adalah pemberian tuhan yang khusus
diberikan kepada manusia.[3] Di
dalam Islam mencari Ilmu adalah sebuah kewajiban bagi setiap mukallaf. Dalam
beberapa kitab hadits banyak menyebutkan dan menerangkan tentang kewajiban
menuntut, Menyebar, dan mengamalkan Ilmu. Kewajibin ini tidak lain halnya agar
manusia itu bisa hidup di dunia ini dengan jalan yang terang dan menuju alam Baqa
dengan mendapat ridha ilahi. Maka dari latar belakang tersebut pada makalah
ini dengan memohon pertolongan Allah SWT akan dibahas tentang fadhilah Ilmu,
Belajar, dan mengajar. Semoga bermanfaat, Amin.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Apa keutamaan Ilmu, belajar, &
mengajar menurut hadits?
B.
Bagaimana pendapat ulama tentang
ilmu, belajar dan mengajar?
III.
TUJUAN
A.
Mengetahui hadits tentang keutamaan Ilmu,
Belajar, & Mengajar.
B.
Mengetahui pendapat ulama tentang
ilmu, belajar dan mengajar.
IV.
PEMBAHASAN
A.
Hadits tentang keutamaan ilmu, belajar,
& mengajar
Banyak hadits yang menjelaskan
tentang keutamaan ilmu, belajar & mengajar. Di dalam
kitabnya Ihyak Ulumiddin, Imam Ghazali telah menyebutkan beberapa hadits, diantaranya
adalah sebagai berikut:
1.
Keutamaan ilmu
a.
Derajat yang tinggi
وقال صلى الله عليه
وسلم: ( فَضْلُ العَالِمِ عَلى العَابِدِ كَفَضْلِي عَلى أَدْنَى رَجُلٍ مِنْ
أصْحَابِي)
Artinya : Kelebihan orang
berilmu dari orang 'abid ( orang yang banyak ibadahnya ) seperti kelebihanku
dari orang yang paling rendah dari shahabatku.
b. Menjadi pewaris Anbiya’
وقال صلى الله عليه وسلم: العُلَمَاءٌ وَرَثَةُ
الأَنْبِيَاءِ
Artinya
: Orang berilmu ulama itu adalah pewaris dari Nabi-Nabi.
Dan sudah dimaklumi, bahwa tak
ada pangkat di atas pangkat kenabian dan tak ada kemuliaan di atas kemuliaan
yang mewarisi pangkat tersebut.
c. Dimintakan
ampunan oleh penduduk langit dan bumi
وقال صلى الله عليه
وسلم : يَسْتَغْفِرُ لِلْعَالِمِ مَا فِي السَّمَوَاتِ والأرْضِ
Artinya : Isi langit dan isi bumi meminta
ampun untuk orang yang berilmu.
d. Manusia yang utama
وقال صلى الله عليه
وسلم : أَفْضَلُ النَّاسِ المُؤْمِنُ العَالِمُ الَّذِي
إنِ احْتِيجَ إلَيهِ نَفَعَ وَإنِ اسْتُغْنِىَ عَنهُ أغنَى نَفْسَهُ.
Artinya : Manusia yang terbaik
ialah mu'min yang berilmu, jika, diperlukan dia berguna. Dan jika tidak
diperlukan, maka dia dapat mengurus dirinya sendiri.
e. Sebagai buah iman
وقال النبي : الإِيمَانُ عُرْيَانٌ
وَلبَاسُهُ التَّقْوَى وَزِيْنَتُهُ الْحَيَاءُ وَثَمْرَتُهُ العِلمُ
Artinya
: Iman itu tidak berpakaian. Pakaiannya ialah taqwa, perhiasannya ialah malu
dan buahnya ialah ilmu.
Nabi Saw menganalogikan keimanan dengan
telanjang, orang mukmin yang masih meninggalkan akan perintah Allah dan
mengerjakan apa yang Allah larang, maka orang tersebut imannya masih telanjang.
Dan pengertian malu di sini bukan malu yang kita ketahui pada umumnya, namun malu
ialah dimana malu meninggalkan perintah Allah, dan malu mengerjakan larangan
Allah.
2.
Keutamaan belajar
a.
Belajar itu lebih baik dari pada dunia seisinya
وقال صلى الله عليه
وسلم : بَابٌ مِنَ العِلمِ
يَتَعَلَّمَهُ الرَّجُلُ خَيْرٌ لَهُ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا.
Artinya : Suatu bab
dari ilmu yang dipelajari seseorang, adalah lebih baik baginya dari dunia dan
isinya.
Sudah jelas bahwa untuk memiliki dunia dibutuhkan belajar ilmu.
b.
Derajat yang mulia di surga
وقال صلى الله عليه
وسلم : مَنْ جَاءَهُ الْمَوْتُ وَهُوَ يَطْلُبُ العِلْمَ لِيُحْيِيَ بِهِ
الإِسْلَامَ فَبَينَهُ وَبَينَ الأنْبِيَاءِ فِي الجَنَّةِ دَرَجَةُ وَاحَدَةٌ.
Artinya
: Barangsiapa meninggal dunia sedang menuntut ilmu untuk menghidupkan Islam,
maka antara dia dan Nabi-Nabi dalam sorga sejauh satu tingkat.
c.
Lebih baik dari pada sholat serratus rekaat.
وقال صلى الله عليه
وسلم : لِأَن تَغْدُو فَتَتَعلَّم بَابًا مِنَ العِلْمِ خَيْرٌ مِنْ أنْ تُصَلِّى
مِائَةَ رَكْعَةٍ.
Artinya
:Bahwa sesungguhnya engkau berjalan pergi mempelajari suatu bab dari ilmu
adalah lebih baik daripada engkau melakukan shalat seratus raka'at.
3.
Keutamaan mengajar
a. Mendapat rahmat Allah
dan do’a kebajikan dari makhluk
وقال صلى الله عليه
وسلم : إنَّ اللهَ سُبْحَانَهُ
وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلُ سَمَوَاتِهِ وَأَرْضِهِ حَتّى النَّمْلَةِ فِي حُجْرِهَا
حَتَّى الحُوْت فِي البَحْرِ لَيُصَلُّوْنَ عَلى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ.
Artinya : Bahwasanya Allah swt. malaikat-malaikatNya, isi langit dan bumi
Nya, sampai kepada semut di dalam lobang dan ikan di dalam laut, semuanya
berdo'a kebajikan kepada orang yang mengajarkan manusia.
b. Terhindar dari lanknat
وقال صلى الله عليه
وسلم : الدُّنْيَا مَلْعُونَةُ مَلْعُوْنٌ مَا فِيهَا
إِلَّا ذِكْرُ اللهِ سُبْحَانَهُ وَمَا وَالَاهُ أَوْ مُعَلِّمًا أَوْ مُتَعَلِّمًا
Artinya : Dunia itu terkutuk
bersama isinya, selain berdzikir kepada Allah swt. dan apa yang disukai Allah
atau menjadi pengajar atau pelajar.
c. Mendapat Pahala ganda
وقال صلى الله عليه
وسلم : الدَّالُ عَلى الْخَيرِ كَفَاعِلِهِ
Artinya
: Menunjuk kepada kebajikan, adalah seperti mengerjakannya.
B.
Pendapat
Ulama’ tentang ilmu, belajar dan mengajar
Diceritakan
bahwa Syaikh Fath Al-Mushalliy bertanya kepada murid-muridnya : “Jika orang yang sakit
dicegah dari makan,minum dan berobat, apakah ia akan mati?”. Mereka
menjawab :”iya, ia akan mati”. Beliau
lalu berkata : “Seperti itulah hati,
ketika dicegahdari ilmu dan hikmah selama tiga hari maka akan mati pula”.[4]
Apa yang
dikatakan beliau ini sangatlah benar, makanan dari hati adalah ilmu dan hikmah, karena kedua hal
itulah hati akan hidup. Seseorang yang diajuhkan
dari ilmu maka hatinya akan sakit sehingga kematian hatinya adalah keniscayaan. Akan tetapi
kebanyakan orang tidak merasakan hal ini karena hatinya terlalu cinta dan disibukkan oleh
dunia sehingga ia mati rasa.
Pendapat
ulama’ tentang ilmu, belajar & mengajar dalam kitab Ihyak Ulumiddin di antaranya
:[5]
1.
Ibnu Abbas
ra. : “Disuruh
pilih pada Sulaiman bin Daud as. antara ilmu, harta dan kerajaan, Maka
dipilihnya ilmu, lalu dianugerahkanlah kepadanya harta dan kerajaan bersama
ilmu itu"
2.
Ibnu Mas'ud
ra : "Haruslah engkau berilmu sebelum ilmu itu diangkat. Diangkat ilmu
adalah dengan kematian perawi-perawinya. Demi Tuhan yang jiwaku di dalam
kekuasaanNya!. Sesungguhnya orang-orang yang syahid dalam perang sabil, lebih
suka dibangkitkan oleh Allah nanti sebagai ulama. Karena melihat kemuliaan
ulama itu. Sesungguhnya tak ada seorangpun yang dilahirkan berilmu. Karena ilmu
itu adalah dengan belajar".
3.
Al-Hasan ra.
: "Kalau tak adalah orang yang berilmu, niscaya jadilah manusia itu
seperti hewan”. Artinya :
dengan mengajar, para ahli ilmu itu, mengeluarkan manusia daribatas kehewanan,
kepada batas kemanusiaan ". Lalu orang
menanyakan : "Bagaimanakah demikian?". Yahya menjawab : "Sebabnya,
karena bapak dan ibu mereka menjaganya daripada neraka dunia, sedang para ulama
menjaganya daripada neraka akhirat".
4.
Sebagian hukama : "Apabila
meninggal seorang ahli ilmu maka ia ditangisi oleh ikan di dalam air dan burung
di udara. Wajahnya hilang tetapi sebutannya tidak dilupakan".
5.
Berkata Abud Darda' ra : "Lebih
suka aku mempelajari satu masalah, daripada mengerjakan shalat satu
malam".
6.
Berkata Abud-Darda' ra. : “Barangsiapa berpendapat bahwa
pergi menuntut ilmu bukan jihad, maka adalah dia orang yang kurang pikiran dan
akal"
Dari
beberapa pendapat di atas maka jelas bahwa ilmu itu sangat utama dan mulia. Karena ilmu
itu, kehidupan hati dari kebutaan, sinar penglihatan dari kedhaliman dan tenaga
badan dari kelemahan. Dengan ilmu, manusia bisa sampai ke
tempat orang baik-baik dan derajat tinggi. Dengan ilmu, orang ta'at kepada
Allah 'Azza wa Jalla, beribadah, bertauhid,
menjadi mulia, menjadi wara' menyambung silaturrahmi dan mengetahui halal dan
haram.
V.
KESIMPULAN
A.
Keutamaan Ilmu, Belajar, &
Mengajar di antaranya adalah:
1.
Keutamaan ilmu atau orang yang mempunyai ilmu.
a.
Derajat yang tinggi
b. Menjadi pewaris Anbiya’
c. Dimintakan
ampunan oleh penduduk langit dan bumi
d. Manusia yang utama
e. Sebagai buah iman
2.
Keutamaan belajar
a.
Belajar itu lebih baik dari pada dunia seisinya
b.
Derajat yang mulia di surga
c.
Lebih baik dari pada sholat serratus rekaat.
3.
Keutamaan mengajar
a. Mendapat rahmat Allah
dan do’a kebajikan dari makhluk
b. Terhindar dari lanknat
c. Mendapat Pahala ganda
B.
Ilmu, belajar atau mengajar begitu
utama, karena Ilmu merupakan kehidupan
hati dari kebutaan, sinar penglihatan dari kedhaliman dan tenaga badan dari
kelemahan. Dengan ilmu, hamba Allah
itu, sampai ke tempat orang baik-baik dan derajat tinggi. Dengan ilmu,
orang ta'at kepada Allah 'Azza wa Jalla, beribadah, bertauhid, menjadi mulia, menjadi wara' menyambung silaturrahmi, mengetahui halal dan haram dan alin sebagainya.
VI.
PENUTUP
Demikianlah
makalah yang telah kami susun. Kritik dan saran sangat kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Semoga bermanfaat bagi kita semua. Terima kasih.
[1] Al
Ghazali, Ihya’ Ulumiddin,1, ( Beyrouth: Darul Kutub Al-Ilmiyah,
2005 ), Hlm.19.
[2] Abdul
Jabar, Al-Muntakhobat Fil Mahfudhot, ( Surabaya : Al-Ashriyah, ), Hlm.
6.
[3] Al
Zarjuni, Terjemah Ta’lim Al-Mutallim, ( Surabaya: Al-Hidayah ), Hlm. 4
[4] Muhammad Jamaluddin Al-Qosimiy, Mau’idlotul
Mukminin, Darul Kutub Islami.Surabaya, hlm : 9
[5] Al
Ghazali, Op. Cit. Hlm. 15-20
Tidak ada komentar:
Posting Komentar